PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan tanaman pangan penting
setelah padi dan jagung. Produksi kedelai nasional berdasarkan angka tetap
tahun 2011 adalah sebesar 851,29 ribu ton biji kering atau turun sebesar 55,74
ton (61,5%) dibandingkan 2010. Menurut BPS (2011) impor kedelai mencapai 2,08
juta ton (US$ 1,24
miliar). Penurunan produksi utamanya terjadi karena luas panen yang berkurang
yakni 660.823 ha (2010) turun menjadi 631.425 ha (2011). Kendala lain adalah
rendahnya produktivitas tanaman yakni hanya 1,3 ton/ha. Padahal pemerintah
telah mencanangkan swasembada kedelai pada rahun 2014 (BPS, 2011).
Upaya peningkatan produksi kedelai
dibatasi oleh sempitnya kepemilikan lahan. Dibalik terbatasnya sumber daya
lahan untuk perluasan areal pertanian, terdapat lahan yang cukup potensial
untuk dimanfaatkan, yaitu di bawah kanopi tanaman perkebunan (Soverda, dkk., 2009). Pada
lokakarya sistem integrasi tanaman sela di antara pertanaman kelapa sawit
ditegaskan bahwa kedelai merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang
dianjurkan. Hal ini dapat merujuk pada analisis usaha tani kelapa sawit dan kedelai yang menghasilkan
B/C ratio sebesar 1,29 (Wardiana dan Mahmud, 2003).
Intensitas cahaya yang rendah menjadi
salah satu faktor penghambat untuk pengembangan tanaman kedelai di bawah
tegakan tanaman perkebunan. Sebanyak 17 genotipe kedelai telah diuji coba untuk
di tanam di bawah tegakan tanaman karet berumur 1, 3 dan 4 tahun. Produktivitas
kedelai masing-masing 24-78%,
1-5% dan 1-13% (Jufri, 2006).
Salah
satu bentuk respons tanaman terhadap cahaya rendah adalah adanya perubahan
morfologi pada batang karena efek naungan, sehingga batang mengalami etiolasi
(Yunita, dkk., 2008). Hal ini berhubungan dengan aktifitas hormon auksin yang
menyebabkan semakin tingginya tanaman kedelai dengan meningkatnya taraf naungan.
Dan salah satu upaya untuk mengatasi fenomena etiolasi dalam penelitian ini
adalah dengan pemangkasan pucuk.
Barus dan Syukri (2008) menyatakan bahwa pemangkasan tanaman
merupakan usaha untuk memperbaiki kondisi lingkungan seperti suhu, kelembababan,
cahaya, sirkulasi angin sehingga aktivitas fotosintesis berlangsung normal.
Pemangkasan dapat memperbaiki kesehatan tanaman, pembungaan terangsang dan
produksi meningkat. Dari hasil penelitian Mawarni (1997)
pemangkasan pucuk tanaman kedelai pada fase pertumbuhan V5, R1 dan R3 terbukti
secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kedelai. Tambahan pula
pada Zamriyetti dan Rambe (2006) pemangkasan pada fase vegetatif dapat meningkatkan
jumlah cabang primer dan pemangkasan
pada fase generatif dapat meningkatkan bobot 100 biji dan berat biji kering per
sampel.
Tanaman kelapa
sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan yang
memegang peranan penting
dalam menambah devisa
negara. Tahun 2004 volume produk samping sawit sebesar 12.365 juta ton tandan kosong kelapa sawit (TKKS)
dan 10.215 juta ton cangkang
dan serat (Mahajoeno, 2005). TKKS merupakan
limbah yang dihasilkan sebanyak 23 % dari tandan buah
segar (TBS) (Darnoko, 2005).
Pemanfaatan TKKS telah banyak dicobakan pada berbagai komoditi pangan maupun hortikultura.
Pada penelitian Muslim (2009) pemberian kompos TKKS 8000 g/plot (20 ton/ha)
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai. Pada Herbert (2010)
pemberian kompos TKKS pada 10, 20, dan 30 ton/ha meningkatkan total ruang
pori, permeabilitas, C-Organik, N-Total dan produksi tanaman kedelai, menurunkan bulk density
tanah dan C/N tanah.
Dari
uraian diatas penulis tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh
pemangkasan dan pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit pada tanaman
kedelai di lahan ternaungi. Penelitian ini dilakukan di bawah tegakan tanaman
kelapa sawit sebagai pengaruh naungan. Penanaman dilakukan di dalam polibeg
untuk mengetahui respons pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit
secara lebih baik.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui respons pertumbuhan dan
produksi kedelai (Glycine
max L. Merill.) terhadap perlakuan pemangkasan dan pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit pada lahan ternaungi serta interaksi keduanya.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh nyata perlakuan pemangkasan dan pemberian
kompos tandan kosong kelapa sawit terhadap pertumbuhan dan produksi
kedelai (Glycine max L.Merill).
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk dapat
melakukan penelitian di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara serta sebagai referensi dalam pengembangan kedelai
bawah naungan.
TINJAUAN
PUSTAKA
Botani Tanaman
Berdasarkan Steenis, dkk (2005) tanaman kedelai termasuk ke dalam, kingdom: Plantae, divisio: Spermatophyta, class: Dicotyledoneae,
ordo: Fabales, family: Leguminoceae, genus: Glycine, species: Glycine max (L) Merrill.
Akar kedelai mulai muncul disekitar misofil kemudian akar muncul kedalam tanah, sedangkan kotiledon akan
terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan dari hipokotil. Jika
kelembapan tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap
unsur hara dan air. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan
kedalaman hingga 120 cm. Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman
dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan
tempat terbentuknya bintil-bintil akar. (Suprapto, 1999).
Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (70-150 cm), menyemak, berbulu
halus (pubescens), dengan sistem
perakaran luas. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate),
tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Tipe terbatas
memiliki ciri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi.
Tanaman berpostur sedang sampai tinggi dan
ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik antara kedua
tipe lainnya (Rubatzky dan Yamaguchi,1997).
Daun
kedelai mempunyai ciri-ciri antara lain helai daun (lamina) oval dan tata letak
pada tangkai daun bersifat majemuk berdaun tiga. Daun ini berfungsi sebagai
alat untuk proses asimilasi, respirasi, dan transportasi. Daun berselang-seling
beranak daun tiga, licin atau berbulu, tangkai daun panjang terutama untuk
daun-daun yang berada di bagian bawah (Rukmana dan Yuyun,1996).
Pembungaannya
berbentuk tandan aksilar atau terminal, berisi 3-30 kuntum bunga, bunganya
kecil, berbentuk kupu-kupu, lembayung atau putih, daun kelopaknya berbentuk
tabung, dengan dua cuping atas dan tiga cuping bawah yang berlainan, tidak
rontok, benang sarinya sepuluh helai, dua tukal, tangkai putiknya melengkung,
berisi kepala putik yang berbentuk bonggol (Suprapto, 1999).
Buah
kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 100-250 polong. Polong biasanya berisi 2-3 biji berbentuk
bundar atau pipih. Polong
kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses
pematangan buah, polong yang mula-mula berwarna hijau akan berubah menjadi
kehitaman (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Syarat Tumbuh
Iklim
Kedelai
dapat tumbuh baik sampai ketinggian 1.500 dpl. Perkecambahan optimal terjadi pada suhu 30˚ C. Selain itu penyinaran
matahari 12 jam/hari atau minimal 10 jam/hari dan curah hujan yang paling
optimal antara 100-200 mm/bulan (Andrianto dan Indarto, 2004).
Kedelai menghendaki suhu lingkungan yang
optimal untuk proses pembentukan bunga yaitu 25-28°C. Kedelai dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik pada ketinggian tempat berkisar 20-300 m dpl. Umur berbunga tanaman kedelai yang ditanam pada dataran tinggi mundur 2-3
hari dibandingkan tanaman kedelai yang ditanam di dataran rendah (Adisarwanto,
2005).
Kedelai termasuk termasuk tanaman berhari
pendek, artinya kedelai tidak mampu berbunga jika panjang
hari melebihi batas kritis yaitu 15 jam per hari. Oleh sebab itu pada daerah tropis yang panjang hari 12 jam kedelai akan
mengalami penurunan produksi karena masa berbunga menjadi pendek (Jufri, 2006)
Tanah
Tanaman kedelai dapat tumbuh baik jika drainase dan aerasi tanah baik. Untuk dapat tumbuh subur kedelai menghendaki
tanah yang subur, gembur, serta kaya bahan organik. Bahan organik yang cukup akan memperbaiki dan
menjadi bahan makanan bagi organisme dalam tanah (Suprapto,1999).
Tanah yang dapat ditanam kedelai harus memiliki air dan hara tanaman yang cukup untuk pertumbuhannya. Tanah yang mengandung liat
tinggi perlu perbaikan drainase dan aerasi sehingga tanaman tidak kekurangan
oksigen. Tanaman kedelai dapat tumbuh pada jenis
tanah alluvial, regosol, gumosol, latosol dan andosol (Andrianto dan
Indarto, 2004).
Pada tanah yang memiliki pH 5,5 atau pada
tanah masam pertumbuhan bintil akar akan terhambat sehingga proses pembentukan
nitrifikasi akan berjalan kurang
baik serta kedelai dapat keracunan alumunium (Rukmana
dan Yuyun, 1996).
Pemangkasan
Pemangkasan
merupakan suatu teknik
untuk mengatur bentuk
tanaman agar dapat menumbuhkan tunas-tunas baru dan memungkinkan
melakukan panen pada tingkat
produksi tertentu serta membuang cabang yang tidak produktif (Jaya, 2009).
Pemangkasan pada
tanaman bertujuan untuk membentuk tajuk
dan merangsang pembungaan.
Bagian tanaman yang
dipangkas adalah cabang,
ranting, tunas, batang, dan
bagian tanaman yang timbulnya berlebihan atau terserang penyakit (Putri, dkk., 2010).
Menurut Salisbury dan Ross (1992) bahwa pertumbuhan tunas-tunas terjadi karena
beberapa faktor, salah satunya
adalah dikarenakan terangsang oleh perlakuan pemangkasan. Tindakan pemotongan dilakukan agar tidak menyebabkan pengaruh yang besar terhadap kandungan karbohidrat
pada batang, maka harus tetap
mempertahankan tinggi pemangkasan yang optimum.
Selain
memperindah dan menyeimbangkan bentuk tanaman, pada dasarnya pemangkasan
merupakan upaya perawatan yang mengacu pada manfaat atau tujuan tertentu: (1)
mengatur dan mengarahkan pertumbuhan, (2) merangsang pertumbuhan bunga dan
buah, (3) menyuburkan dan menyehatkan, (4) memperpanjang
usia sekaligus meremajakan (Sitompul
dan Guritno, 1995).
Menurut Barus dan Syukri (2008) dasar ilmiah
dalam proses pemangkasan harus dipahami sebelum dilakukan pekerjaan pemangksan,
yakni sebagai berikut; (a)
penurunan
pertumbuhan tanaman; (b) kapasitas tanaman; (c) produktivitas normal; (d) hubungan luas daun dengan kapasitas pertumbuhan; (e) Pertumbuhan dan Perkembangan tanaman.
Produksi
fotosintat, sistem translokasi fotosintat dan akumulasi fotosintat
pada suatu organ
tertentu sangat ditentukan oleh kualitas pertumbuhan tanaman. Fotosintat yang
dihasilkan akan optimal jika tanaman dapat melakukan proses fotosintesis secara
optimal pula. Tentu hal ini sangat berhubungan dengan unsur -unsur yang terlibat
dalam proses fotosintesis. Translokasi fotosintat dari sumber (source)
ke pengguna (sink) diatur oleh suatu
senyawa kimia pengendali pertumbuhan tanaman yang disebut dengan plant
growth substances, jika merupakan senyawa buatan yang diberikan secara
eksogen disebut plant growth
regulator (Salisbury
and Ross, 1992).
Pemangkasan pucuk tanaman kedelai pada beberapa fase pertumbuhan, yakni
vegetatif (V5), awal generatif (R1) dan akhir generatif (R3) terbukti secara
signifikan menekan tinggi tanaman, meningkatkan luas daun, berat biji per
tanaman, berat kering tajuk, cabang produktif dan jumlah polong berisi (Mawarni, 1997)
Tandan Kosong
Kelapa Sawit
Pusat Penelitian
Kelapa Sawit (PPKS) saat ini mengembangkan teknologi pengomposan yang telah
dipatenkan dengan menggunakan bahan baku limbah kelapa sawit (Patent No.
S00200100211, Guritno et al., 2001 dalam PPKS, 2008). Teknologi ini
memungkinkan tercapainya "zero waste"
pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS), yang berarti semua limbah di PKS akan terolah
sehingga tidak ada lagi limbah yang dibuang ke lingkungan. Kompos TKKS tersebut
telah dimanfaatkan baik untuk tanaman
kelapa sawit itu sendiri, tanaman pangan maupun tanaman hortikultura (PPKS,
2008).
TKKS (Tandan
Kosong Kelapa Sawit) adalah limbah pabrik kelapa sawit
yang jumlahnya sangat
melimpah. Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS
sebanyak 22 – 23% TKKS atau sebanyak 220 – 230 kg TKKS. Apabila dalam
sebuah pabrik dengan kapasitas pengolahan 100 ton/jam dengan waktu operasi
selama 1
jam, maka akan dihasilkan sebanyak
23 ton (Yunindanova, 2009).
Kandungan
nutrisi kompos tandan kosong kelapa sawit: C 35%, N 2,34%, C/N 15, P 0,31%, K
5,53%, Ca 1,46%, Mg 0,96%, dan Air 52%. Kompos TKKS dapat diaplikasikan untuk berbagai tanaman sebagai pupuk
organik, baik secara tunggal maupun dikombinasikan dengan
pupuk kimia (Widiastuti dan Panji, 2007).
Peningkatan
pertumbuhan akar dalam tanah yang
ditambahkan dengan pupuk atau bahan organik sisa-sisa pembusukan, dapat
meningkatkan produksi akar-akar cabang dalam tanah yang diaplikasikan pupuk
tersebut. Setiap penambahan pupuk dapat mendorong seluruh pertumbuhan tanaman dan secara tidak langsung
meningkatkan pertumbuhan akar pada seluruh kedalaman perakaran normal dan
bahkan mendorong perakaran lebih dalam (Muslim, 2009).
Hanafiah (2005) menyatakan
bahwa pemberian bahan organik tanah dapat
mempengaruhi ketersediaan fosfat melalui hasil dekomposisinya yang menghasilkan
asam-asam organik dan CO2. Asam-asam organik seperti asam malonat, asam oksalat dan asam tatrat akan
menghasilkan anion organik. Anion organik mempunyai sifat dapat mengikat ion
Al, Fe dan Ca dari dalam larutan tanah, kemudian membentuk senyawa kompleks
yang sukar larut.
Pengaruh Naungan dan Mekanisme Adaptasi
Tanaman Kedelai
Menurut Salisbury
dan Ross (1992) cahaya matahari sangat besar peranannya dalam proses fisiologi
tumbuhan seperti proses fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan,
dan berbagai pergerakan tanaman dan perkecambahan. Pada kondisi cahaya rendah,
bentuk adaptasi tanaman meliputi: 1) pengurangan kecepatan respirasi untuk
menurunkan titik kompensasi. 2) peningkatan luas daun untuk
memperoleh satu permukaan yang lebih besar bagi absorbsi cahaya; 3) Peningkatan
kecepatan fotosintesis setiap unit energi cahaya dan luas daun.
Kedelai merupakan tanaman C3 yang
dapat mengalami kehilangan air lebih banyak dibandingkan tanaman C4 seperti
jagung dan sorgum, karena tanaman C3 memiliki rasio transpirasi yang
lebih tinggi dan keadaan stomata yang selalu terbuka. Tanaman C4 akan tumbuh
baik pada lahan terbuka, sedangkan tanaman C3 lebih mampu ditanam pada lahan
ternaungi (Yunita, dkk., 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Soverda, dkk
(2009) menyatakan pada pemberian naungan 50% berpengaruh nyata terhadap jumlah
polong pertanaman. Penurunan jumlah polong pertanaman dikarenakan
pendistribusian hasil bulir lebih besar diberikan ke tanaman yang menerima
cahaya normal. Hasil penelitian Wahyu dan Sundari (2011) jumlah polong isi pertanaman pada lingkungan
tanpa naungan berkisar antara 24-35 polong dengan rata-rata 29 polong,
sedangkan pada lingkungan ternaungi 50% berkisar antara 6-16 polong dengan
rata-rata 12 polong, terjadi penurunan jumlah polong 42%.
Efek pendorong auksin (penumbuh akar) akibat kekurangan adanya cahaya, oleh sebab itu tunas yang
mendapat penyinaran tidak tumbuh secepat tunas ditempat gelap. Dengan demikian
pertumbuhan dilapangan merupakan hasil dari rangsangan cahaya melalui
fotosintesis dan produksi bahan makanan dan hambatan cahaya melalui pengurangan
efek auksin (Sitompul dan Guritno, 1995). Bila
pengaruh-pengaruh sederhana suatu faktor berbeda lebih besar daripada yang
dapat ditimbulkan oleh faktor kebetulan, beda respon ini disebut interaksi
antara kedua faktor itu. Bila interaksinya tidak nyata, maka disimpulkan bahwa
faktor-faktornya bertindak bebas satu sama lain , pengaruh sederhana suatu
faktor sama pada semua taraf faktor lainya dalam batas-batas keragaman acak (Steel and Torrie, 1993).
Karakter morfologi tanaman ternaungi
dibandingkan dengan tanaman yang mendapat cahaya penuh menurut Daubenmire
(1974) dan Anderson dan Osmon (1987) dalam Wirnas (2005) ditandai dengan batang
lebih kecil karena xilem kurang berkembang, luas daun per tanaman lebih besar,
jarak antar buku lebih panjang, jumlah cabang lebih sedikit, akar lebih pendek,
rasio akar dan tajuk rendah, bintil akar sedikit. Dari segi anatomi terlihat
bahwa sel daun berukuran lebih besar dan tipis, endodermis, kutikula dan
dinding lebih berkembang, kloroplas lebih banyak dan besar. Karakter fisiologi
tanaman ternaungi ditandai dengan kandungan klorofil lebih tinggi, laju
fotosintesis rendah, laju respirasi rendah, kandungan air lebih tinggi,
tranpirasi lebih lambat dan C/N rendah.
BAHAN DAN
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan
dilaksanakan di lahan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, di bawah tegakan tanaman kelapa sawit, pada
ketinggian ± 25 m di atas permukaan laut. Penelitian akan dilaksanakan mulai Januari hingga April 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang
digunakan meliputi; benih kedelai varietas Anjasmoro, topsoil, kompos TKKS, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCl, polibeg 22x35 cm
dan
pestisida.
Alat yang digunakan meliputi
cangkul, parang, gembor, tali rafia, gunting pangkas, handsprayer, pacak sampel,
kalkulator, penggaris, kamera, ayakan 4 mm, oven, serta alat-alat untuk mengukur
peubah amatan seperti meteran, timbangan, thermohygrometer, lux meter, leaf area meter dan neraca
analitik.
Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan:
Faktor I : Perlakuan
Pemangkasan, dengan 3 fase, yakni;
P0 = tanpa pemangkasan
P1 = pemangkasan pada fase vegetatif (V5)
P2 = pemangkasan pada fase generatif (R1)
Faktor II : Pemberian Kompos TKKS, dengan 4 taraf yakni;
T0 = tanpa pemberian TKKS
T1 = pemberian 10 ton/ha TKKS (62,5 g/tanaman)
T2 =
pemberian 20 ton/ha TKKS (125 g/tanaman)
T3 = pemberian 30 ton/ha TKKS (187,5 g/tanaman
Sehingga diperoleh 12 kombinasi
perlakuan, yaitu :
P0T0 P1T0 P2T0
P0T1 P1T1 P2T1
P0T2 P1T2 P2T2
P0T3 P1T3 P2T3
Jumlah ulangan : 3 ulangan
Jumlah plot : 36 plot
Ukuran plot : 100 cm x 100 cm
Jarak antar plot : 20 cm
Jarak antar blok : 50 cm
Jumlah Polibeg/plot : 6 polibeg
Jumlah tanaman/plot : 6 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 216 tanaman
Jumlah sampel/plot : 4 tanaman
Jumlah sampel seluruhnya : 144 tanaman
Data
hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model
linier sebagai berikut :
Yijk = μ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk
i = 1, 2, 3 j
= 1, 2, 3 k = 1, 2, 3, 4
Keterangan:
Yijk : Data hasil
pengamatan dari unit percobaan blok ke-i dengan perlakuan
pemangkasan taraf
ke-j dan pemberian TKKS taraf ke-k
μ : Rataan umum
ρi : Efek blok
ke-i
αj : Efek
perlakuan pemangkasan taraf ke-j
βk : Efek pemberian TKKS taraf ke-k
(αβ)jk : Efek
interaksi dari perlakuan pemangkasan
ke-j dan pemberian
daminozide
TKKS pada taraf
ke-k
εijk : Efek error pada blok ke-i yang mendapat
perlakuan pemangkasan
pada taraf ke-j dan pemberian TKKS pada taraf ke-k.
Jika
dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka
dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf 5% (Steel and Torrie, 1989).
PELAKSANAAN PENELITIAN
Penetapan
Lokasi dan Plot
Penelitian dilakukan pada lahan
ternaungi yakni
di bawah tegakan tanaman kelapa sawit yang memiliki efek naungan yang merata. Plot
ditempatkan pada koridor (gawangan) antar barisan tanaman kelapa sawit.
Persiapan Media Tanam dan
Aplikasi TKKS
Tanah dikeringanginkan terlebih dahulu selama seminggu,
dibersihkan dari sampah dan sisa akar, diayak dengan ayakan 4 mm untuk
menghasilkan struktur tanah yang remah. Tanah kemudian dimasukkan ke dalam
polibeg dan ditimbang seberat 10 Kg/polibeg.
Kompos TKKS yang telah ditimbang sesuai perlakuan dimasukkan
ke dalam media tanam di polibeg dengan cara menuangkan seluruh dosis/tanaman,
kemudian mencampurkan secara merata pada lapisan tanah atas.
Penanaman Benih
Sehari
sebelum tanam, tanah diberi Curater sebanyak 0,2 g per lobang untuk mencegah
serangan lalat bibit. Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanam dipolibag
kedalaman + 2 cm, kemudian dimasukkan 3 benih per lubang tanam dan
ditutup dengan tanah.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran kebutuhan pupuk kedelai
yaitu 100 kg Urea/ha (0,625 g/lubang tanam),
200 kg TSP/ha (1,25 g/lubang tanam),
dan 100 kg KCl/ha (0,625 g/lubang tanam) dosis dikonversi berdasarkan jarak peletakan
polibeg (25 x 25 cm). Pemupukan Urea dilakukan dalam 2 tahap yakni pada
saat penanaman sebanyak setengah dosis anjuran dan setengah dosis lagi
diberikan pada saat tanaman berumur 30
hari setelah tanam sedangkan pupuk TSP
dan KCL diberikan pada saat penanaman.
Pemangkasan
Pemangkasan
dilakukan sesuai dengan perlakuan, dengan ketentuan sebagai berikut:
-
Perlakuan P0 :
tidak dilakukan perlakuan pemangkasan pada tanaman
-
Perlakuan P1 :
tanaman dipangkas pada fase vegetatif (V5), dengan memotong satu
ruas pada batang utama
-
Perlakuan P3 :
tanaman dipangkas pada fase generatif (R1), dengan memotong satu
ruas pada batang utama dan satu ruas dari cabang-cabang.
Penetuan kriteria
fase pertumbuhan tanaman kedelai dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari pada sore hari hingga
tanah dalam kapasitas lapang dan disesuaikan dengan kondisi pada media tanam.
Penyulaman dan
Penjarangan
Penyulaman dilakukan untuk
menggantikan tanaman yang mati dengan tanaman cadangan yang masih hidup yang
telah disediakan dan sesuai varietas. Penyulaman
dilakukan 7-10 hari setelah tanam. Penjarangan dilakukan menjadi satu tanaman
perpolibeg 10 hari setelah tanam. Waktu penyulaman
terbaik adalah sore hari.
Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan secara
manual dengan mencabut gulma yang ada dalam polibeg, untuk menghindari
persaingan dalam mendapatkan unsur hara dari dalam tanah. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.
Pengandalian Hama dan Penyakit
Pengendalian
hama dan penyakit disesuaikan dengan jenis dan tingkat serangan yang ditimbulkan.
Pengamatan Parameter
Tinggi tanaman (cm)
Pengamatan parameter tinggi tanaman
dilakukan mulai dari 2 MST (V1) sampai
dengan 8 MST (R3). Pengamatan tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar sampai titik
tumbuh tunas tertinggi. Jika jadwal pengamatan tinggi tanaman bersamaan dengan
waktu pemangkasan, maka tinggi tanaman diukur setelah tanaman dipangkas sesuai
perlakuan.
Jumlah cabang produktif (cabang)
Cabang
produktif adalah cabang yang keluar dari batang utama dan menghasilkan polong. Pengamatan jumlah cabang produktif
dilakukan pada saat menjelang panen.
Total luas daun (cm2)
Total
luas daun diukur pada 3 MST dan 7 MST dengan mengambil seluruh daun dari sampel
dekstruktif dari setiap plot. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Leaf Area Meter.
Rasio Bobot Kering Akar dan Tajuk
Rasio akar dan tajuk adalah
perbandingan antara bobot kering akar dengan bobot kering tajuk. Pada tahap
pemanenan, tanaman dicabut beserta akar kemudian dibersihkan. Tanaman dipotong
pada bagian leher akar, sehingga terpisah antara bagian tajuk dan akar.
Masing-masing bagian diovenkan pada suhu 70oC hingga berat konstan.
Bobot kering kedua bagian ditimbang kemudian dihitung rasio bobot akar dan
tajuk.
Jumlah Polong Per Tanaman
Dihitung
pada saat panen dengan menghitung jumlah polong yang dihasilkan per tanaman.
Jumlah Biji Per Tanaman (biji)
Pengamatan
dilakukan setelah biji dikeringkan dengan cara menghitung jumlah biji per
tanaman.
Bobot Kering Biji Per Tanaman (g)
Pengamatan dilakukan pada biji
dengan kadar air 14%. Dikeringkan didalam oven suhu 70oC hingga
mencapai kadar air yang diinginkan. Kemudian biji ditimbang per tanaman.
Penentuan kadar air 14%, didasarkan pada rumus sebagai berikut:
Kadar air (%) = bobot segar biji (g) – bobot kering biji
(g) x 100%
bobot segar biji
(g)
Bobot 100 biji kering (g)
Biji
yang telah memiliki kadar air 14%, kemudian dihitung bobot 100 biji dengan
rumus sebagai berikut:
bobot 100 biji kering (g) = bobot biji per tanaman (g) x
100%
Jumlah
biji per tanaman (biji)
Pengamatan Iklim Mikro
Parameter
iklim mikro yang diamati meliputi; kelembaban relatif (RH) dan suhu rata-rata
dengan menggunakan thermohygrometer
dan intensitas penyinaran dengan menggunakan lux meter. Pengamatan dilakukan 3 kali yakni; 1) pada saat
penanaman; 2) pada saat kedelai memasuki fase V5; 3) pada saat kedelai memasuki
R1.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, 2008.
Budidaya Kedelai Tropika. Penebar Swadaya, Jakarta.
Andrianto,T dan N. Indarto. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang. Cetakan Pertama. Penerbit Absolut, Yogyakarta.
Barus, A dan Syukri,
2008. Agroekoteknologi Tanaman Buah-Buahan. Universitas Sumatera Utara Press,
Medan.
Badan pusat
statistik, 2011. Produksi Tanaman Padi dan Palawija di Indonesia. Diakses dari http://bps.go.id. [10 oktober 2012]
Darmosarkoro, W. dan S. Rahutomo, 2000. Tandan kosong kelapa
sawit sebagai bahan pembenah tanah. Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit
2000 II, 13 – 14 Juni 2000. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
Darnoko, D Dan T. Sembiring. 2005. Sinergi Antara Perkebunan
Kelapa Sawit Dan Pertanian Tanaman Pangan Melalui Aplikasi
Kompos Tks Untuk Tanaman Padi.
Pertemuan Teknis Kelapa
Sawit 2005: Peningkatan
Produktivitas Kelapa Sawit Melalui Pemupukan Dan Pemanfaatan Limbah Pks.
Medan 19-20 April
Hanafiah, K. A. 2005.
Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Herbert, M. C. S, 2010. Perubahan
sifat fisika tanah ultisol akibat pemberian Bokashi dan kompos tandan kosong
sawit serta efeknya terhadap produksi tanaman kedelai (Glycine max l). Departemen
ilmu tanah, Fakultas pertanian Universitas sumatera utara, Medan.
Jaya, K. D. 2009. Pengaruh pemangkasan cabang terhadap hasil
tanaman brokoli (Brassica oleracea L. var.
italica) di dataran rendah. Crop Agro, 2(1).
Jufri, A. Mekanisme adaptasi kedelai terhadap cekaman
intensitas cahaya rendah. Thesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Mardiana, W. 2004. Laju Dekomposisi Aerob Mutu Kompos Tandan
Kosong Kelapa Sawit dengan Penambahan Mikroorganisme Sellulolitik, Amandemen
dan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Tesis. Repository USU.
Munar. A, 2009. Pemberian kompos tks, amandemen, dan pupuk
standar pada typic hapludult terhadap serapan n, p, k dan pertumbuhan tanaman
kedelai. J. Penel.Bid. Il. Pert. 3(3):79-87.
Muslim. 2009. Efektivitas pemberian mikoriza dan kompos tandan
kosong kelapa sawit terhadap pertumbuhan
dan produksi kedelai pada waktu tanam yang berbeda. Skripsi. Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
PPKS. 2008. Kompos bio organik tandan kosong kelapa sawit.
Pusat Penelitian Kelapa
Sawit. Medan.
Putri, D. S., A. P. Lontoh., Haryadi. 2010. Pengaruh
pemangkasan dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). J. Penel.Bid. Il. Pert. 3(2):70-81.
Rubatzky,U. B dan M. Yamaguchi. 1997. Sayuran Dunia, Prinsip Produksi
dan Gizi. Edisi kedua. Penerjemah Catur Herison. ITB Press, Bandung.
Rukmana, dan Yuyun, 1996. Kedelai, Budidaya dan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta.
Salisbury,
F. B and C.W. Ross, 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3 Perkembangan Tumbuhan
Fisiologi Lingkungan. Penerbit
ITB, Bandung
Soverda, N. Evita
dan Gustiwati, 2009. Evaluasi dan seleksi
varietas tanaman kedelai
terhadap naungan dan intensitas cahaya rendah. Laporan akhir Hibah Departemen pendidikan
nasional. Universitas Jambi Press, Jambi.
Sitompul, S.
M., dan B. Guritno, 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Steel, R.G.D., J.H. Torrie, 1993. Prinsip dan Prosedur
Statistika Suatu Pendekatan
Biometrik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Steenis, C.G.G.J., S. Bloembergen., P.J. Eyma. 2005.
Flora. Cetakan kesepuluh. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Suprapto,1999.
Bertanam Kedelai.Penebar Swadaya.Jakarta.
Wardiana, E., dan Z. Mahmud, 2003. Tanaman sela di antara
tanaman kelapa sawit. Lokakarya system integrasi ternak dan sapi. Loka
penelitian tanaman sela perkebunan parang kuda, Jawa Barat.
Wirnas, D, 2005. Analisis kuantitatif dan molekuler dalam
rangka mempercepat perakitan varietas baru kedelai toleran terhadap intensitas
cahaya yang rendah. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Widiastuti dan Panji, T. 2007. Pemanfaatan tandan kosong kelapa
sawit sisa jamur merang (Volvariella volvacea)
(TKSJ) sebagai pupuk organik pada pembibitan kelapa sawit. Menara Perkebunan, 75 (2),
70-79. Balai Penelit ian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia, Bogor.
Yunindanova, M. B. 2009. Tingkat kematangan kompos
tandan kosong kelapa sawit dan penggunaan berbagai jenis mulsa terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman tomat (Llycopersicon esculentum mill.) dan
Cabai (capsicum annuum l.) Program studi agronomi, Fakultas pertanian , Institut
pertanian bogor.
Yunita, R., Trikoesoemaningtyas, dan D. Wirnas. 2008. Uji Daya
Hasil Lanjutan galur-Galur kedelai (Glycine
max L. Merill) toleran naungan di bwah tegakan tanaman karet rakyat.
Makalah seminar Departemen agronomi dan Hortikultura, Universitas Jambi, Jambi.
Zamriyetti dan S.
Rambe. 2006. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) Pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Daun Grow
More dan Waktu Pemangkasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar